TRADISI
MALAM SATU SYURO PADA ETNIS JAWA
Upacara
Malam 1 Syuro ini, simbol-simbol atau pesan yang terkandung didalamnya
mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat desa Trowulan, mojokerto.
Pesan atau simbol tersebut menunjukkan bahwa dalam upacara ini masyarakat harus
bisa melestarikan budaya warisan dari nenek moyang terdahulu. Penelitian yang
masuk pada kelompok explorasi ini didasari atas fenomena tradisi adat kejawen
yang dilakukan setiap tahun baru jawa. Dan yang menarik untuk dilakukan
penelitian ini adalah apa pesan komunikasi di balik upacara malam 1 suro.
Untuk mendapatkan
pengetahuan yang lengkap maka hasil penelitian harus mendeskripsikan tradisi
suroan yang dilakukan setiap tahun di Trowulan. Teori yang dijadikan landasan
(1) Reasoned Action
(2) Teori Efektivitas pesan.
Melalui dua
landasan teori ini sebagai dasar untuk menemukan apa makna komunikasi dibalik
permasalahan. Gambaran tentang malam 1 suro, yang pertama memilih lokasi
penelitian yaitu Desa Trowulan, sebab setiap tahun dalam bulan jawa di sebuah
pendopo agung ada tradisi tersebut. Paradigma penelitian ini adalah
konstruktivisme, membangun ide tentang peristiwa yang terjadi dalam berbagai
cara dan terpola secara relatif. Pendekatan penelitian menggunakan kualitatif
dengan penarikan kesimpulan bersifat khusus ke umum, dari fenomena yang ada
dihubungkan dengan teori.
Teknik
pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Dengan
menetapkan paguyuban amung tani sebagai responden, mereka yang setiap tahun
melakukan upacara malam 1 suro di pendopo agung, Trowulan. Cara memperoleh data
dengan menggunakan strategi ”permisi masuk” pada kepala desa dan bertemu tokoh
masyarakat. Teknik penyajian data yang di peroleh dari lapangan berupa data
lokasi life story responden, dan data untuk menjawab permasalahan yakni pesan
komunikasi upacara malam 1 suro pada masyarakat kejawen. Teknik keabsahan data
dengan cara triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi teori.
Hasil penelitian
di Trowulan menunjukkan bahwa pesan-pesan yang terkandung dalam upacara malam 1
suro adalah (1) Ritual Sakral, (2) Seni Tradisional yang perlu dilestarikan,
(3) Kegiatan komunikasi yang memiliki makna, (4) Grebeg 1 suro sebagai
komunikasi sosial, (5) Macapat sebagai kebersamaan, (6) Pagelaran Wayang
sebagai media komunikasi.
Satu Suro adalah
hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro, dimana bertepatan
dengan 1 Muharram dalam kalender hijriyah yang diterbitkan oleh Sultan Agung.
Berlatar belakang dari 1 Muharram di jadikan sebagai awal penanggalan Islam
oleh Khalifah Umar Bin Khathab, seorang khalifah Islam di jaman setelah Nabi
Muhammad wafat .Pada tahun 931 H atau 1443 tahun jawa baru, yaitu pada jaman
pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara
system kalender Hijriyah dengan system kalender jawa pada waktu itu.
Diperingati
setelah magrib pada hari sebelum tanggal satu biasanya disebut malam satu suro,
hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari
hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.
Banyak pandangan
dalam masyarakat Jawa yang menganggap kramat, terlebih bila jatuh pada jumat
legi, karena malam 1 suro dikaitkan dengan hal-hal mistis dan berfilosofis.
Namun sesunguhnya ada banyak latarbelakang historis peristiwa penting yang
terjadi di bulan Suro, khususnya penganut agama Islam, yang tentu saja berafiliasi
dengan kebudayaan Mataram Jawa-Hindu. Untuk sebagian masyarakat Jawa pada malam
satu suro dilarang untuk kemana mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan
ibadah lain.
Dalam antropologi (Koentjaraningrat, 1985:243) mengemukakan
bahwa upacara-upacara ritual, baik secara kolektif maupun individual,
pelaksanaannya harus memenuhi komponen tempat upacara, saat upacara, alat-alat
upacara, dan orang-orang yang melakukan upacara. Begitupun dengan tradisi malam
satu suro ini. Ada berbagai ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai
pelaksana dalam upacara ini, mempersiapkan alat – alat upacara, melaksanakaan
rangkaian ritual, dan sebagainya. Hal ini akan diperjelas dalam sub bab
pembahasan. Pada dasarnya Orang-orang Jawa menjalani ritual malem 1 Suro dengan
berbagai maksud, yang utama adalah mengharapkan perubahan hidup yang lebih baik
di tahun akan datang yang akan dijalaninya.
PERINGATAN DAN RANGKAIAN ACARA MALAM
SATU SYURA
Acara Kirab
Pusaka Kerajaan di Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam
1 Suro, mubeng beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata
pun, pencucian benda-benda pusaka (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan
Cirebon, ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut
acara mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng
ratu kidul yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan
di Jawa Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat)
Gunung Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan
juga acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam
dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat
sambil menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap
keberuntungan dan niatan lainnya.
# Malam 1 Suro bagi warga Persaudaraan Setia Hati
Terate (PSHT)
Dalam perjalanan sejarahnya Persaudaraan Setia Hati Terate memiliki
tradisi suroan atau dalam bahasa sederhananya menyambut tanggal 1 muharam, yang
menjadi sakral dalam penyambutan tanggal tersebut adalah serangkaian ritual
seperti cuci mori/kain kafan yang di dapat saat pengesahan jadi warga PSHT dan
puter gelang (mengililingi kampung tepat pukul 00.00 dengan berjalan kaki). Mayoritas
warga PSHT masih menganggap ini sebagai ritual beraroma mistis dan berorientasi
kesaktian, kedigjaya-an, kekuatan magis dsb,
Tidak semua warga PSHT yang mengerti, akan tetapi beberapa warga
yang mengerti makna 1 suro dengan benar, ritual “puter gelang” adalah bagian
dari pengejawantahan napak tilas keprihatinan leluhur dalam mengemban tugas
moral untuk membumikan kebaikan atau dalam bahasa SH terate-nya “memayu
hayuning buwono” adapun “kebaikan” dimaksud adalah kebaikan kepada segenap
penghuni bumi/alam semesta. harapannya dengan ritual puter gelang, warga SH
terate dapat memaknai lebih dalam arti keprihatinan, kesederhanaan, dan
kesabaran agar ditahun baru hijriah ini kita dapat lebih bijak menggunakan sisa
hidup yang berkurang seiring dengan bertambahnya tahun.
Namun bukan hanya Pencak silat ini yang memiliki tradisi
yang sama tapi perguruan lain juga
meramaikan dalam suroan ini yaitu Pencak Silat Tunggal Kencer (PSTK) dan Setia
Hati Winongo (SHW). Dulu banyak orang yang mengetahui bahwa tiga Pencak Silat
tersebut bersaudara, akan tetapi selalu bentrok dalam serangkaian ritual tsb.
Itu dikarenakan makam leluhur yang masing - masing sama
dan untuk berziarah mendo’akan di makam pendiri Pencak Silat tersebut. Pada
awalnya masih rukun akan tetapi bentrok karena beda keyakinan.
Dan sampai saat ini pun Pencak Silat tsb selalu bentrok,
oleh karena itu polisi di madiun selalu
berjaga – jaga guna memisah perselisihan antar Pencak Silat tsb.
#
Tradisi Jawa
Dalam tradisi adat jawa Ritual di malam 1 suro yang biasanya masih
rutin di jalankan diantaranya;
1) Ngumbah
keris
Ngumbah Keris adalah tradisi
mencuci/membersihkan keris pusaka bagi orang yang memilikinya. Dalam tradisi
masyarakat Jawa, ngumbah keris menjadi sesuatu kegiatan spiritual yang cukup
sakral dan dilakukan hanya waktu tertentu. Lazimnya ngumbah pusaka dilakukan
hanya sekali dalam satu tahun yakni pada bulan Suro. Oleh karena ngumbah keris
mempunyai makna dan tujuan luhur, kegiatan ini termasuk dalam kegiatan ritual
budaya yang dinilai sakral.
2) Kumkum
Kungkum adalah
berendam di sungai besar, sendang atau sumber mata air tertentu, Yang paling
mudah ditemui di Jawa khususnya di seputaran Yogyakarta adalah Tirakatan (tidak
tidur semalam suntuk) dengan tuguran (perenungan diri sambil berdoa) dan
Pagelaran Wayang Kulit.
3) Tarakat
Ritual Tirakatan
berasal dari kata Thoriqot atau Jalan, maknanya adalah kita berusaha mencari
jalan agar dekat dengan Allah. Dengan kita melakukan ritual ini tanpa disadari
ternyata kegiatan tirakatan ini juga telah meningkatkan kemampuan ketingkat
yang lebih tinggi lagi, berupa keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, maupun
kemampuan fisik dan pengolahan bathin kita untuk menghadapi berbagai cobaan dan
tantangan yang kita hadapi.
4) Tapa Bisu
Tapa Bisu atau mengunci mulut yaitu
tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual ini. Yang dapat dimaknai sebagai
upacara untuk mawas diri, berkaca pada diri atas apa yang dilakoninya selama setahun
penuh, menghadapi tahun baru di esok paginya.
Seperti tradisi Tapa Bisu yang di
lakukan di kota Jogja , mereka melakukan untuk memohon perlindungan dan
keselamatan kepada Allah SWT dengan harapan diberikan yang terbaik untuk Kota
Jogja.
INDEKS
Setiap bangsa memiliki sesuatu yang dinilai dan dihargai
sangat tinggi. Bahkan dianggap sebagai nilai yang sangat menantang dalam
pengaturan dan pengendalian kehidupan sosial kultural bangsa tersebut. Hal
tersebut dinamakan oleh para ahli dengan nama “ Sistem Nilai Budaya Bangsa”.
Sistem nilai budaya merupakan suatu konsepsi yang abstrak dan tinggi, merupakan
dasar dari semua aturan – aturan sosial yang berlau, antara lain adat-istiadat,
norma – norma, hokum adat dan kebiasaan sosial, sistem sosial dan lain – lain.
(Kahl,J.A, 1988:9, dalam Simanjuntak,B.A 2010:2).
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan
paling abstrak dari adat – istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai budaya
merupakan konsep – konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian
besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam
hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan
orientasi pada kehidupan para warga masyarakat tadi. Walaupun nilai budaya
berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai
konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata
(Koentjaraningrat, 2009:153).
Menurut C.Kluckhon berkaitan dengan orientasi nilai budaya,
terdapat 5 hakekat yang melandasi individu atau kelompok menentukan pada taraf
mana sistem nilai budaya yang masih dianut., yakni:
1.
Masalah hakekat dari hidup manusia ( selanjutnya disingkat dengan MH)
2.
Masalah hakekat dari karya manusia ( selanjutnya disingkat dengan MK)
3.
Masalah hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu ( MW)
4.
Masalah hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ( MA )
5.
Masalah hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM)
Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan
oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai berikut:
a)
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu
yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai seperorganik.
b)
Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta
keseluruhan struktur-struktur social, religious, dan lain-lain, ditambah lagi
dengan segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
c)
Edward B. Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
d)
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
e)
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan
belajar beserta dari hasil budi pekertinya.
f)
M. Jacobs dan B.J. Stern berpendapat bahwa
kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan
social.
g)
Dr. K. Kupper mengatakan bahwa kebudayaan
merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam
bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
h)
William H. Haviland berpendapat bahwa kebudayaan
adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
i)
Ki Hajar Dewantara mengatakan kebudayaan berarti
buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat,
yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai.
j)
Francis Merill mengatakan kebudayaan itu
pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social dan semua perilaku
dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat
yang di temukan melalui interaksi simbolis.
k)
Bounded et.al mengatakan kebudayaan adalah
sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia
melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol
yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu
masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di
dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
l) Mitchell (Dictionary of Soriblogy) mengatakan
kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas
manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara
sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
m)
Robert H Lowie mengatakan kebudayaan adalah
segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan,
adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh
bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang
di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
n)
Arkeolog R. Sokmono mengatakan kebudayaan adalah
seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah
pikiran dan dalam penghidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar